StatusRAKYAT.com, Jakarta - Eksistensi lembaga Dewan Pers yang terus
menuai kontroversi di kalangan insan pers tanah air kini semakin
terlihat jelas kejanggalanya ketika proses penjaringan calon anggota
Dewan Pers baru-baru ini mengundang protes keras dari Ibnu Mazjah salah
seorang calon anggota Dewan Pers bergelar doktor ilmu hukum karena
dianggap cacat administrasi. Di samping itu keabsahan legalitas Dewan
Pers, mulai dari tahapan penjaringan, pemilihan anggota, pengajuan ke
presiden, sampai pada penetapan Anggota Dewan Pers melalui Surat
Keputusan Presiden Republik Indonesia ternyata dinilai cacat hukum.
Praktisi
hukum Dolfie Rompas, SH, MH secara tegas menjelaskan, dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, tidak ada satupun pasal
yang mengatur bahwa Dewan Pers memiliki kewenangan untuk melakukan
penjaringan dan pemilihan calon anggota Dewan Pers. Bahkan lebih tegas
lagi, UU Pers tidak mengatur pihak mana yang berhak atau
bertanggung-jawab dalam mengajukan nama-nama calon anggota Dewan Pers ke
Presiden Republik Indonesia. Sehingga dengan demikian keabsahan
legalitas SK pengangkatan anggota Dewan Pers melalui suatu Surat
Keputusan Presiden dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Secara
lengkap, peraturan yang menjadi dasar pembentukan lembaga Dewan Pers
sebagaimana tertuang dalam Undan-Undang Nomor 40 tahun 1999, pada Bab V
tentang Dewan Pers, Pasal 15 adalah sebagai berikut:
BAB V
DEWAN PERS
Pasal 15
1. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
2. Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
a. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
b. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
c. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat
atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
d. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
e. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di
bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
f. mendata perusahaan pers;
3. Anggota Dewan Pers terdiri dari :
a. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
b. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
c. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang
dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers;
4. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.
5. Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan keputusan Presiden.
6. Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
7. Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari :
a. organisasi pers;
b. perusahaan pers;
c. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.
Berhubung
UU Nomor 40 tahun 1999 ini tidak memiliki turunan peraturan teknis
pelaksanaannya, maka persoalan pembentukan lembaga Dewan Pers dan
mekanisme penjaringan dan/atau penetapan anggota lembaga tersebut sangat
penting untuk diluruskan, diperbaiki, dan disempurnakan. Berdasarkan
pasal 15 UU Pers tersebut sangat tidak jelas pihak-pihak yang diberikan
kewenangan dalam melakukan tugas menjaring dan memilih anggota Dewan
Pers. Setiap orang dapat saja melakukan klaim sebagai pihak yang berhak
melakukan penjaringan dan pemilihan anggota Dewan Pers dan mengajukannya
kepada Presiden RI untuk ditetapkan sebagai anggota Dewan Pers (ayat
5). Atas dasar pertimbangan itu legitimasi hukum anggota Dewan Pers
patut dipertanyakan.
Konsekwensi
logisnya, kebijakan dan pelaksanaan tugas Dewan Pers serta penggunaan
dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) oleh Dewan Pers
melalui pos Kementrian Komunikasi dan Informasi selama ini dapat
dipandang sebagai suatu tindakan penyelewengan anggaran negara yang
wajib dimintai pertanggungjawabannya dari pihak-pihak yang menggunakan
anggaran tersebut.
Dari
seluruh uraian singkat di atas, Sekretariat Bersama Pers Indonesia yang
dideklarasikan oleh 9 (Sembilan) organisasi pers nasional, yakni:
- Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI);
- Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI);
- Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI);
- Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI);
- Presidium Forum Pers Independen Indonesia (FPII);
- Persatuan Wartawan Online Indonesia (PWOIN);
- Ikatan Media Online (IMO, sudah tidak aktif);
- Jaringan Media Nasional (JMN, sudah tidak aktif); dan
- Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI),
pada
tanggal 11 Juli 2018, dengan Akte Notaris Sekber Pers Indonesia No. 234
tanggal 27 Juli 2018 yang dibuat oleh H. Harjono Moekiran, SH, dan
telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM melalui SK
Menkumham RI Nomor AHU-0009406.AH.01.07 tahun 2018, dengan ini
menyampaikan sikap, sebagai berikut:
1. Menilai
keberadaan kepengurusan Dewan Pers selama ini cacat hukum, dan dapat
dikategorikan illegal, karena proses pemilihan anggota lembaga tersebut
tidak jelas atau belum diatur oleh Undang-Undang No. 40 tahun 1999
tentang Pers maupun peraturan lainnya.
2. Menolak
keberadaan kepengurusan Dewan Pers yang ada saat ini dan calon
kepengurusan berikutnya yang sedang dipersiapkan oleh Dewan Pers karena
tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan pasti.
3. Menolak
penggunaan anggaran negara (APBN) oleh kepengurusan lembaga Dewan Pers
selama ini dan yang akan datang sebelum dilakukannya pembenahan
peraturan perundangan sebagai payung hukum yang jelas dan pasti lembaga
tersebut.
4. Mendesak
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan Kejaksaan Agung untuk
melakukan audit, pemeriksaan keuangan, dan tindakan lanjutan yang
diperlukan terhadap kepengurusan Dewan Pers selama ini, khususnya
terkait penggunaan anggaran negara yang dikeluarkan melalui APBN.
5. Mendesak
Presiden Republik Indonesia untuk membubarkan kepengurusan lembaga
Dewan Pers periode 2016-2019, dan tidak mengeluarkan Penetapan
Kepengurusan Dewan Pers yang baru sebelum dilakukannya pembenahan
peraturan perundangan sebagai payung hukum yang jelas dan pasti lembaga
tersebut.
6. Meminta
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) untuk
sesegera mungkin melakukan revisi, perbaikan, dan penyempurnaan atas
Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, baik melalui Amandemen
UU maupun pembuatan UU Pers yang baru.
Demikian
Press Release ini kami sampaikan sebagai bahan publikasi terkait
kontroversi eksistensi lembaga Dewan Pers dan keabsahan keanggotaan
Dewan Pers. Atas perhatian diucapkan terima kasih.
Jakarta, 14 November 2018
Hormat Kami,
SEKBER PERS INDONESIA
Ketua,
Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA
Sekretaris,
Heince Mandagie
Kuasa Hukum,
Dolfie Rompas, S.Sos, SH, MH
Untuk konfirmasi, dapat menghubungi:
1. Wilson Lalengke (081371549165)
2. Heince Mandagie (081340553444)
3. Dolfie Rompas (081319637555)