Orang Tua Siswa SDN Paoman Satu Mengeluh, Dugaan Pungutan Liar dan Biaya Buku Paket-LKS Mahal -->
Cari Berita

Advertisement

Orang Tua Siswa SDN Paoman Satu Mengeluh, Dugaan Pungutan Liar dan Biaya Buku Paket-LKS Mahal

11 Agustus 2025


StatusRAKYAT.com, Indramayu - Empat orang tua wali murid SDN Paoman satu Indramayu mengeluh banyak dugaan pungutan liar dan biaya buku paket-LKS terlalu mahal, di Paoman Utara Indramayu Jawa Barat, Senin (11/8/2025).

Ditemui media StatusRakyat.com empat orang tua wali murid yang tidak mau disebut namanya mengatakan,"Saya tidak menyetujui adanya pungutan liar karena harus membayar berbagai biaya setiap bulan, meskipun sebagian kegiatan tidak selalu dilaksanakan dan juga adanya buku Paket-LKS bayar," ungkapnya.

Lebih lanjut, pihak sekolah mewajibkan siswa membayar iuran pramuka sebesar Rp 5.000 per bulan, meskipun kegiatan pramuka tidak diadakan secara rutin. Selain itu, setiap Senin dan Jumat siswa diminta membayar uang infak Rp 2.000, serta iuran kas kelas Rp 2.000," tambah salah satu keempat dari wali murid yang tidak bisa disebut namanya.

Masih salah satu dari empati wali murid menambahkan, tidak hanya itu, wali murid juga dibebani pembelian paket buku dan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk seluruh jenjang dari kelas 1 hingga kelas 6. Total biaya buku paket dan LKS tersebut dapat mencapai kurang lebih Rp 700.000 persiswa, tergantung tingkat kelas. Ditambah pungutan Rp50.000 persemester untuk latihan ulangan," ujar Narsum yang tidak bisa disebut namanya.

Apalagi menurut penuturan orang tua, pada bulan Juli lalu siswa kelas 1 sampai dengan kelas 6 sempat tidak diperbolehkan membawa buku LKS selama sekitar satu minggu, ungkap Narsum yang tidak mau disebut namanya.

“Kalau semua buku paket dan LKS dibeli, bisa sampai sembilan buku. Kami untuk makan saja sudah susah, apalagi harus keluar uang sebanyak itu. Ditambah uang latihan ulangan Rp 50.000, makin berat. Mending anak saya keluar saja dari sekolah SDN Paoman satu Indramayu kalau seperti ini,” jelas keempat wali murid yang tidak mau disebutkan namanya kepada awak media.

Masih salah satu empat wali murid mereka berharap pihak sekolah memberikan keringanan atau menghapus kewajiban membeli paket buku dan LKS, serta pungutan lainnya. Menurut mereka, pembelajaran bisa kembali menggunakan buku paket gratis seperti yang pernah berlaku.

Menurut Kepala Bidang Sekolah Dasar (Kabid. SD) Untung Aryanto, S.Pd yang dihubungi lewat Whatsarpp mengatakan," nanti saya lagi ada acara PGRI, mungkin hari kamis kita bisa ketemu ya mas, kenapa mas? ada masalah buku LKS nanti saja sekarang sedang ada kegiatan," ujarnya.

Praktik jual beli LKS (Lembar Kerja Siswa) di sekolah negeri, khususnya di tingkat dasar (SD), melanggar beberapa peraturan. Pertama, hal ini melanggar Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku, yang melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik. Kedua, penjualan LKS juga bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Perbukuan, yang melarang penerbit menjual buku teks pendamping secara langsung ke satuan pendidikan. Ketiga, dalam konteks Dana BOS, seharusnya buku pegangan siswa, termasuk LKS, sudah disediakan secara gratis karena disubsidi pemerintah. Keempat, praktik ini juga bisa dianggap sebagai pungutan liar (pungli) yang dilarang. 


Menurut Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008

Pasal 11 dalam peraturan ini secara tegas melarang sekolah menjual buku, termasuk LKS, kepada siswa. 

Dana BOS seharusnya sudah mencukupi kebutuhan buku siswa, termasuk LKS, sehingga tidak perlu ada pungutan tambahan. 


Undang-Undang Sistem Perbukuan:

Pasal 63 dan 64 melarang penerbit menjual buku teks pendamping (termasuk LKS) langsung ke sekolah. 

Praktik jual beli LKS di sekolah merupakan pungli karena memaksa siswa untuk membeli buku yang sebenarnya sudah difasilitasi oleh dana BOS. 


Meskipun ada larangan, praktik jual beli LKS di sekolah SDN Paoman 1 Indramayu tetap memungut uang untuk pembayaran lembar kerja siswa (LKS) dengan sekolah terkadang beralasan bahwa LKS diperlukan untuk menunjang pembelajaran, namun seharusnya hal ini difasilitasi melalui dana BOS atau dibuat sendiri oleh guru. Jika sekolah tetap menjual LKS.


Berdasarkan ketentuan PP No. 17 Tahun 2010, Permendikbud No. 44 Tahun 2012, dan Permendikbud No. 75 Tahun 2016, sekolah dasar negeri dilarang melakukan pungutan liar kepada peserta didik. Pungutan tidak sah berpotensi dikenakan sanksi maupun pidana administratif sesuai UU No. 20 Tahun 2001 dan KUHP Pasal 368 serta 423,

"Hingga berita ini ditayangkan, pihak sekolah belum memberikan keterangan resmi terkait keluhan tersebut," tutupnya. (Mutadi)